| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Wednesday 5 March 2014

BATAS TIPIS ANTARA PD DAN AROGAN

PD (percaya diri) dapat berdampak positif pada performa kerja, namun pengaturan rasa percaya diri yang kurang tepat berpeluang mengacaukan suasana di kantor. Terdapat perbedaan antara overconfident dengan arogan, meskipun tipis.

Lalu bagaimana mengetahui seorang karyawan berada dalam koridor percaya diri atau kebablasan menjadi arogan?

Eve Menezes Cunningham dari Apple Choaching sebagaimana dikutip Daily Mail mengatakan, “Biasanya orang yang arogan merasa dirinya superior dan paling mengetahui yang terbaik. Sikap tersebut tentu kurang tepat.” Menurut Cunningham, kepercayaan diri di tempat kerja merupakan bentuk keyakinan pada diri sendiri tanpa harus merendahkan orang lain. Menganggap bahwa dirinya yang paling capable tentu tidak benar. Pekerja dengan sikap percaya diri yang baik dapat menyelesaikan tugas tanpa konflik. “Setiap orang tentu memiliki spesifikasi masing-masing. Jadi, jangan takut meminta tolong dan jangan sok tau. Dengan meminta pertolongan, anda tidak akan dianggap lemah dan akan dipecat. Karena tidak ada sosok yang sempurna”, papar Cunningham. “Lebih kalem dan menyenangkan serta jauh dari arogansi membuat suasana kerja lebih enjoyable”, tambahnya.

Seorang karyawan memang rawan bersikap superior ketika memiliki kemampuan yang diakui. Sikap tersebut akan lebih parah ketika yang bersangkutan dalam kondisi mood yang buruk. Jadi mempunyai fikiran terbuka dan pintar menjaga mood merupakan kunci penting. Menurut Keith Ruddle dari Said Business School, orang yang percaya diri dengan kemampuan dan pengetahunannya akan mudah melebur dengan pemikiran orang-orang di sekitarnya, tidak egois dengan idenya. Pekerja seperti itu akan lebih banyak mendengar dan merespon ide yang berkembang dengan memaksimalkannya.

Tidak semua orang merasa nyaman ketika ada karyawan yang pamer skill dan kemampuan. Namun tidak berarti juga kita menjadi rendah diri dan tidak tegas menerima tantangan. Mendengarkan dengan aktif dan bijak ketika menyampaikan respon merupakan ajang aktualisasi diri secara tidak langsung.

Cara lain yang dapat menunjukkan apakah karyawan masuk kategori percaya diri ataukah arogan adalah melihat respon rekan kerja. Rasa percaya diri yang tepat akan menginspirasi orang-orang sekitar. Apresiasi tersebut biasanya diucapkan secara langsung. Jika sudah banyak rekan yang malas ngobrol selain tentang pekerjaan, karyawan harus mulai introspeksi diri. Mungkin dia sudah mulai arogan.

Pengaturan yang baik antara rasa percaya diri dan arogan juga berlaku ketika wawancara pekerjaan. Orang yang mudah panik dan terpojok sangat mudah menjadi arogan serta dapat bertindak bodoh.


[Sumber: Jawa Pos]

PEMBELANJAAN RISIKO (RISK FINANCING)



Pembelanjaan yang berhubungan dengan cara-cara pengadaan dana untuk memulihkan kerugian, terdiri dari:
  1. Risk financing transfer (memindahkan risiko disertai dengan pembiayaan)
  2. Risk retention (risiko ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan)
Pemindahan risiko dapat digolongkan dalam dua cara yaitu pengendalian risiko dan risk financing. Pemindahan risiko melalui cara pengendalian risiko, tidak memerlukan pengerahan dana karena dijalankan dengan:
  1. Memindahkan harta atau kerugian yang bersangkutan kepada pihak lain
  2. Memindahkan tanggung jawab kepada transferee dengan maksud menghilangkan atau mengurangi tanggung jawab transferor terhadap kerugian yang bersangkutan
  3. Menganggap kerugian yang bersangkutan dipikul pihak lain
Risk financing transfer dapat dilakukan dengan cara:
  1. Transfer risiko kepada perusahaan asuransi
  2. Transfer risiko kepada perusahaan lain yang bukan perusahaan asuransi (nonisurance transfer)
Metode paling umum penanganan risiko adalah penanggungan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Sumber dananya diusahakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Alasan perusahaan melakukan retention, dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori, yaitu:
1.      Keharusan karena tidak tersedianya alternatif lain
2.      Biaya
3.      Kerugian-harapan
4.      Opportunity cost
5.      Kualitas pertanggungan
6.      Pajak

Hal-hal mendorong penggunaan retention, antara lain:
  1. Jika biayanya lebih rendah dari biaya yang dibebankan pihak perusahaan asuransi
  2. Jika expected losses lebih rendah dari perkiraan perusahaan asuransi
  3. Jika unit yang menghadapi (exposure unit) banyak, risiko akan menjadi lebih rendah karena perusahaan tersebut akan sanggup memperkirakan probabilitas kerugiannya dengan akurat
  4. Tujuan manajemen risiko yang menerima variasi yang besar dalam kerugian tahunan
  5. Pembayaran expense dan kerugian membengkak selama jangka waktu yang panjang, yang menghasilkan opportunity cost yang besar
  6. Peluang yang kuat bagi investasi, yang mengakibatkan opportunity cost yang besar
  7. Keuntungan pelayanan internal atau noninsurer servicing
Retention kurang menarik karena faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Biaya yang lebih besar daripada biaya yang dibebankan pihak asuransi
  2. Expected losses lebih besar daripada kerugian yang diperkirakan perusahan asuransi
  3. Exposure unit sedikit jumlahnya, akibatnya risiko akan tinggi dan perusahaan yang bersangkutan tidak akan sanggup untuk meramalkan kerugiannya dengan ketetapan yang memuaskan
  4.  Ketidakmampuan keuangan menopang maximum possible losses atau maximum probable losses dalam short run
  5. Tujuran manajemen risiko yang ditekankan pada ketenangan pikiran dan variasi laba tahunan yang kecil
  6. Pembayaran kerugian dan expense membengkak selama jangka waktu yang pendek sehingga mengurangi opportumity cost
  7. Peluang investasi yang terbatas serta pengembaliannya yang rendah
  8. Lebih menguntungkannya jasa perusahaan asuransi
  9. Peraturan perpajakan
Penyediaan dana untuk program retention dapat dilakukan dengan cara-cara:
  1. Tidak ada penyediaan sebelumnya
  2. Membentuk dana dan cadangan
  3. Asuransi-sendiri (self insurance)
  4. Captive insurance